Ahad, 10 Juli 2022/10 Zulhijah 1443 H umat Islam di Indonesia merayakan hari raya Idul Adha, meskipun diwarnai dengan perbedaan penetapan tanggal antara dua ormas Islam terbesar (Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah) namun hal tersebut tidak akan mengurangi makna dari Idul Adha itu sendiri. Idul Adha bagi umat Islam memiliki dua dimensi, dimensi spritual (hablumminallah) dan dimensi sosial (hablumminannas), seperti kita ketahui bahwa Islam adalah agama universal yang mengatur segala segi kehidupan manusia. Islam tidak hanya mengatur hubungan antara manusia dan Tuhannya, tetapi juga mengatur hubungan manusia dengan sesamanya dan hubungan manusia dengan makhluk lainnya. Islam menginginkan kehidupan keluarga dan masyarakat berjalan secara harmonis, tenang, tentram, bahagia dan sejahtera yaitu terciptanya keluarga sakinah. Keluarga sejahtera dan bahagia yang lebih dikenal dalam istilah Islam keluarga sakinah, baru tercipta jika terpenuhi kebutuhan hidup lahir dan batin.
Umat Islam di Indonesia seperti kita sadari masih jauh tertinggal dalam berbagai aspek, terutama aspek kesejahteraan. Kesenjangan sosial dan ekonomi masih menjadi faktor utama belum terwujudnya kesejahteraan umat, kondisi ini diperparah dengan maraknya gaya hidup konsumtif dan hedonis yang kebarat-baratan yang tidak sesuai dengan ajaran Islam. Islam pada dasarnya memiliki solusi sendiri dalam mengatasi persoalan kesejahteraan umat melalui instrumen Zakat, Infaq dan Sodaqoh (ZIS). Perintah untuk melaksanakan ZIS adalah ajaran Islam yang memiliki dimensi ganda yaitu dimensi spiritual dan sosial. ZIS secara spiritual adalah bagian dari ajaran Islam untuk mensucikan harta dengan prinsip utama ta’awun, seperti dalam firman Allah dalam surah Al-Maidah ayat 2 yang artinya “Saling bertolonganlah kamu atas kebaikan dan ketaqwaan”. Berdasarkan prinsip ta’awun dalam ayat tersebut, ZIS memiliki dimensi sosial, dalam pemenuhan kebutuhan hidup, seorang muslim tidak hanya memikirkan kebutuhan secara individu tetapi juga harus memikirkan kebutuhan orang lain/masyarakat disekitarnya. Dalam kerangka inilah ZIS menjadi alternatif dalam mengatasi persoalan ekonomi umat sekaligus menciptakan kesejahteraan dan solidaritas sosial sesama manusia. Namun pada praktiknya menyelesaikan persoalan kesejahteraan umat melalui instrumen ZIS tidak semudah yang dibayangkan, rendahnya kesadaran umat menjadi kendala utama meskipun ZIS memiliki dimensi sosial yang jelas, terutama dalam konteks distribusi dan pemerataan pendapatan maupun kekayaan.
Idul Adha adalah sebuah momentum bagi umat Islam untuk membangun dan memperkuat Ukhuwah Islamiyah dalam upaya meningkatkan kesejahteraan umat, setidaknya terdapat 3 prinsip Ukhuwah yang dapat didorong melalui perayaan Hari Raya Idul Adha, yaitu: Prinsip Ta’aruf, Tafahum, dan Ta’awun. Prinsip ta’aruf adalah saling mengenal baik secara jasadiyah (fisik) maupun nafsiyah (mental/kejiwaan), prosesi qurban sebagai rangkaian ibadah yang mengiringi perayaan Idul Adha menjadi media interaksi sosial antar umat untuk saling mengenal, karena pada umumnya dilakukan secara gotong royong, dengan saling mengenal diantara umat maka akan menumbuhkan kepekaan terhadap problematika yang terjadi, khususnya problem sosial dan ekonomi. Prinsip tafahum adalah saling memahami, merasakan perasaan, situasi dan kondisi, prinsip ini akan tumbuh jika umat sudah saling mengenal, dengan saling memahami kondisi akan tumbuh sikap empati di antara umat. Sikap empati yang tinggi tentu pada akhirnya akan menumbuhkan sikap saling tolong menolong (ta’awun). Prinsip ta’awun yang diajarkan dalam Islam adalah tolong menolong dalam kebaikan dan taqwa, maka prinsip ta’awun juga diikuti dengan prinsip tabarru’. Apabila umat Islam memegang teguh prinsip tolong menolong maka akan memperkokoh rasa solidaritas dan tanggungjawab bersama untuk memberdayakan kaum lemah.(HNF)